Gambaran Besarnya Pengorbanan Seorang IBU

Ini sebenarnya adalah tugas kuliah saya yang dulu sempat saya share ke blog saya yang lain, karena saya lupa pasword dan id blog saya itu, jadi saya copy paste ke sini ^^ 
Selamat membaca dan mari kita mulai merenungkan kembali bagaimana perjuangan ibu kita saat mengandung dan melahirkan kita. GBU all
=========================================================================

       Untuk tugas perkembangan kali ini saya berkesempatan mewawancarai seorang Ibu yang baru saja memiliki anak perempuan yang baru berumur 5,5 bulan yang bernama Heidy Ina Pedersen. Ibu yang baru memiliki anak ini bernama Nining Tyas Setyowati Pedersen. Wawancara memakai media Yahoo Mesenger, karena sekarang ini beliau berada di Denmark, mengikuti suaminya yang memang tinggal di sana. Kenapa saya memilih beliau? Itu dikarenakan beliau baru saja memiliki anak perempuan, sehingga pastilah saya mampu mengorek informasi seputar kehamilannya.
Ibu Nining hamil di saat ia berusia 29 tahun, ia menyadari dirinya hamil ketika usia kehamilannya sekitar sembilan minggu. Awalnya ia menggunakan test kehamilan yang dibelinya di toko karena telat menstruasi selama sebulan, dan ternyata hasilnya positif. Kemudian karena beliau kurang yakin maka ia dan suaminya pergi ke dokter kandungan untuk kontrol ke dokter, dan ternyata hasilnya memang benar-benar positif.
Ibu Nining juga menceritakan bahwa selama kandungannya berusia 3 - 4 bulan ia merasa mual-mual, hingga ia terlihat agak kurusan. Ia juga menceritakan suatu hal yang sedikit membuat saya ngeri dan agak miris untuk membacanya di layar komputer saya, katanya ia sempat mengalami pendarahan, mungkin karena terlalu lelah bekerja. Ia juga merasa sedikit aneh dan bertanya-tanya, kenapa ia bisa pendarahan. Padahal Ibu Nining ini hanya bekerja di dapur maksimal 4 jam, itupun tidak setiap hari, kadang tiga hari selama satu minggu. Ia menceritakan kronologi kejadiannya, sesudah pulang kerja ibu Nining mandi, dan saat itulah ada darah seperti darah menstruasi, Ibu Nining merasa takut, cemas dan khawatir pada saat itu, kemudian secepatnya ia mengambil telepon dan kemudian menghubungi dokter dan sesudah itu langsung kontrol ke dokter. Kata dokter tidak apa-apa dan syukurnya lagi bayinya sehat. Setelah kejadian itu Ibu Nining memutuskan untuk berhenti bekerja dan memilih berhati-hati dalam melaksanakan aktivitasnya.
Semenjak kejadian pendarahan tersebut Ibu Nining mulai rutin untuk memeriksakan kandungannya. Ia memaparkan kepada saya kalau di Denmark check kandungan itu double-double, ada jadwal khusus dengan spesialis bidan kehamilan dan persalinan. Pemeriksaan yang dilakukan pun juga banyak, misalnya test darah, scanning-USG. Kemudian yang di bidan ia hanya melakukan USG untuk melihat posisi bayi. Ia juga menambahkan kalau selama kehamilannya ia tidak mengetahui gender anaknya kelak. Ia dan suaminya memilih ini sebagai sebuah kejutan saat si anak nanti lahir.
Ada suatu pertanyaan yang menggelitik pikiran saya, yakni apakah Ibu Nining ini percaya dengan adanya mitos-mitos tentang kehamilan. Dengan cepat ia menjawab tidak percaya dan tidak memikirkan yang begitu-begituan. Namun ia sedikit mewanti-wanti Jan, suaminya, untuk tidak membunuh binatang saat ia sedang mengandung, karena ada orang Jawa mengatakan kalau kelak wajah anaknya akan mirip seperti hewan yang dibunuhnya itu, kalau sampai ia atau suamninya membunuh binatang. Ia juga menambahkan pula bahwa saat usia kandungannya berusia tujuh bulan, ia mengadakan selametan Mitoni, namun ia tidak mengadakannya di Denmark, karena di sana tidak ada adat seperti itu, melainkan ia mentransfer sejumlah uang kepada keluarganya yang di Indonesia untuk mengirimkan doa lewat acara Mitoni dan pengajian.
Selama hamil, Ibu yang sekarang berusia 31 tahun ini tidak mengkonsumsi obat-obatan tanpa kontrol dari dokter. Namun setelah usia kehamilannya menginjak usia tiga bulan, ia mulai mengkonsumsi vitamin kehamilan yang dibeli secara bebas di apotek. Kemudian setelah kehamilannya menginjak usia lima bulan ia mengkonsumsi zat besi supaya tidak kekurangan darah.
Dokter memprediksi kelahiran pada tanggal 23 September 2008, tapi ia melahirkan lebih awal dari prediksi dokter, 02 September 2008. Ini dikarenakan Ibu Nining mengalami pendarahan yang kedua kalinya. Awalnya darahnya keluar sedikit, tapi kemudian darah ini tidak berhenti-henti. Dan pada tanggal 01 September ia masuk Rumah Sakit, sebenarnya pada tanggal 31 Agustus ia sudah ada di Rumah Sakit karena adanya kontraksi. Dan tanggal satu-nya ia mengalami kontraksi yang berulang-ulang dan sekaligus mengalami pendarahan. Untuk kedua kalinya saya merasa miris sekali mendengarnya, tidak tega untuk melanjutkannya, namun sepertinya Ibu Nining ini sangat bersemangat sekali menceritakan semuanya kepada saya. Rasa miris saya juga semakin bertambah ketika ia menjelaskan kepada saya tentang sakit yang ia rasakan saat kontraksi terjadi. Katanya sakitanya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata, beliau menggambarkan dengan pepatah jawa yang berbunyi “Loro sewu dadi siji”.
Setelah menceritakan mengenai pendarahan keduanya, Ibu Nining beralih topik ke proses melahirkan. Ia menjelaskan dengan panjang lebar dari awal, dimulai dari air ketubannya yang pecah tanggal 02 September, kemudian sekitar pukul 12 ia masuk ke ruang bersalin. Dan katanya ia juga tidak dibantu dengan bius, karena saat itu para ahli yang ada di Rumah Sakit jumlahnya terbatas dan sibuk operasi, sedangkan sampai di ruang bersalin Ibu Nining telat empat jam dan sudah pembukaan delapan. Kemudian Ibu Nining juga memberi tambahan bahwa ia hanya di bius lokal di jalan vaginanya saja. Selama proses kelahiran, Ibu Nining mengalami suatu hambatan yang menurut saya ini sedikit mengerikan. Posisi kepala si bayi menghadap ke atas, jadinya terpaksa vagina Ibu Nining harus digunting (hingga saya menuliskan kembali cerita ini saya juga masih merasa sangat miris). Ibu Nining berjuang mati-matian untuk melahirkan anaknya dengan posisi seperti itu. Katanya, di Denmark pada umumnya posisi wajah bayi menghadap ke bawah. Namun yang menarik perhatian saya, di Negara ini posisi bayi seperti ini kurang lebih disebut sebagai posisi melihat bintang. Orang Denmark percaya bahwa bayi yang lahir dengan posisi ini kelak akan menjadi orang yang sukses. Ibu Nining juga menambahkan kepada saya, kalau ternyata bayinya hampir diskop juga (ditarik kepala bayinya), namun hal tersebut tidak jadi dilakukan oleh tim dokter karena setelah vagina digunting bayi dapat lahir dengan selamat.
Selama proses kelahiran yang mendebarkan ini sang suami, Jan, selalu menemani Ibu Nining. Ia memberitahu saya kalau tangan suaminya sampai mlicet-mlicet karena dicakar dan dicengkeram terus selama Ibu Nining berjuang melahirkan anak yang ada di dalam kandungannya itu. Banyaknya peluh dan keringat yang ia keluarkan sebanding sekali dengan pengorbanan Jan yang menemaninya dari proses awal hingga akhir kelahiran. Saya terpukau sekali saat mengetahui hal ini.
Setelah sempat terpukau dengan kesetiaan suaminya yang selalu menemaninya setiap saat, saya kembali ngeri mendengar jawaban Ibu Nining mengenai pertanyaan yang saya lontarkan, yakni mengenai bagaimana rasanya sesudah vaginanya dijahit dn berapa lama rasa sakit itu hilang (kurang lebih seperti itu), Ibu Nining dengan senang hati menjawab pertanyaan yang saya lontarkan. Kemudian ia kembali menceritakan dengan panjang lebar, ia mengatakan kalau dijahit lima jahitan. Yang ia rasakan adalah nyeri, dan kalau Ibu Nining pulang kecapekan (karena jalan-jalan ke mall dan jalan jauh) maka jahitannya akan membengkak. Rasa nyeri karena bekas jahitan ini sembuh 40 hari setelah melahirkan, ia juga menambahkan bahwa darah nifas, sisa darah persalinan, juga habis 40 hari setelah melahirkan.
Kembali lagi ke masalah persalinan, Ibu Nining juga menceritakan kepada saya, bahwa saat bayi lahir, bayi langsung ditaruh di perut Ibu Nining, sesudah itu bayi digendong selama 30-45 menit. Dan bayinya pun juga tidur bersama dengan ibunya. Ibu Denmark itu berbeda dengan Indonesia, kalau kebanyakkan Rumah Sakit di Indonesia ruang Ibu dengan anaknya dipisah, biasanya bayi diletakkan di (tidak sekamar dengan Ibunya), di Denmark bayi ditaruh di sebuah baby box yang bentuknya seperti troli dan diletakkan dekat ibunya, jadi si bayi ini akan selalu bersama ibunya selama 24 jam. Kalau bayi haus dan ingin ‘minum’, maka si ibu membawa bayi bersama baby boxnya yang tinggal di dorong menuju ke ruangan khusus, ruangan ini biasanya dipakai untuk menyusui bayi atau mengganti popok. Saat bayi lahir dan ditaruh di atas perut ibunya, si bayi pun tidak langsung menyusu di puting ibunya, melainkan ia hanya menyedot-nyedot saja. Tidak mudah bagi Heidi untuk dengan cepat berhasil minum ASI ibunya, karena puting ibunya tergolong kecil. Untuk mempermudah, maka Ibu Nining memakai silicon penyambung puting, supaya putingnya membesar dan Heidi mampu dengan mudah meminum ASI dari ibunya.
Hari ketiga sesudah Heidi lahir, dokter mendapati Heidi terkena Kuning, dikarenakan karena hatinya yang belum sempurna terbentuk (di Denmark dikenal dengan istilah kurang lebih ‘Bayi Kuning’). Untuk menurunkan kadar Kuningnya, maka bayi yang lahir dengan berat 2,890 gram dan tinggi 50cm ini harus disinari dengan sinar ultraviolet, sebenarnya dijemur di sinar matahari bisa, namun karena saat itu sedang musim salju, maka jarang ada sinar matahari, jadi memakai sinar ultraviolet. Karena Heidi terkena Kuning, maka Ibu Nining harus tetap tinggal di Rumah Sakit selama seminggu setelah proses melahirkan, padahal umumnya lima hari sudah boleh pulang ke rumah.
Setelah keluar dari Rumah Sakit, Ibu Nining mengurus Heidi semdiri, tanpa menggunakan jasa pegasuh anak. Ia merasa tidak kewalahan dalam merawat Heidi, karena menurutnya Heidi anak yang termasuk sangat gampang dan tidak rewelan, walaupun awalnya Ibu Nining sempat canggung dan khawatir terhadap anaknya. Dalam proses mengurus anak mereka yang baru lahir, suami Ibu Nining sangat berpegalaman dan membantu Ibu Nining, sebab suaminya sebelumnya ternyata juga memiliki seorang anak yang bernama Emma. Jadinya malah suami Ibu Nining inilah yang membimbing dan mengajari Ibu Nining dalam hal merawat anak. Salah satu ajaran Jan adalah sebagai seorang ibu ia harus sensitive dan peka terhadap anaknya, termasuk terhadap tangisan bayinya.
Ibu Nining memberikan ASI ekslusif kepada Heidi sampai Heidi berusia 2,5 bulan. Kadang kalau setelah diberi ASI Heidi masih lapar, Ibu Nining membuatkan susu formula sebagai tambahan makanan untuk Heidi. Dan semenjak Heidi menginjak usia 2,5 bulan, ia sudah tidak mau minum ASI lagi, dan sekarang hanya minum susu formula produk nestle.
Setelah itu semua, Ibu Nining mengalami berbagai perubahan, baik perubahan psikologis maupun fisik. Perubahan psikologis yang ia alami adalah ia mengalami baby blue, ia pernah tiba-tiba mengangis ketika melihat bayinya, ini dialaminya dua minggu setelah melahirkan. Saat Heidi disinari ultraviolet pun Ibu Nining mengaku juga menangis tiba-tiba. Untuk masalah nafsu makan, Ibu dari Heidi Ina Pedersenini mengaku tidak ada peningkatan atau pengurangan nafsu makan, baginya sama saja. Sedangkan untuk masalah perubahan fisik, ia merasa tubuhnya berubah drastis, terutama di bagian pinggul dan pantat. Selain itu ia juga merasa perutnya menjadi sangat gendut.
Sekarang ini Heidi yang berusia 5,5 bulan sudah bisa kontak mata sama orang, hafal wajah orang tua dan suara orang tua, sekarang juga sudah bisa ngoceh nggak jelas, dan udah bisa masukin kempong ke mulutnya, sama udah bisa narik. Tapi biasanya kalau ada tamu datang dia agak anteng, cuma melongo lihat sekeliling. Tapi sukanya lihat terus sampai melongo sama ketawa-ketawa dan kadang kalau ada orang baru Heidi suka nangis.
Itulah hasil wawancara yang saya lakukan kurang lebih selama dua jam. Sungguh sangat melelahkan, namun rasanya menyenangkan sekali, mampu mengetahui bagaimana Ibu Nining ini berjuang mempertaruhkan hidupnya demi seorang anak yang di kandungnya. Semoga hidupnya selalu diberkahi Tuhan, dan Heidi bisa menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Amin.

Refleksi :
Karena tugas inilah pengetahuan saya bertambah, mengenai bagaimana sakitnya saat berjuang untuk melahirkan, dan mengenai suka dan duka saat melahirkan. Miris sekali hati saya ketika mendengar narasumber yang saya wawnacari ini ternyata pernah mengalami pendarahan selama dua kali, belum lagi saat mengetahui vaginanya di gunting kemudian dijahit lima jahitan. Ngeri sekali rasanya, dan saya nggak mau membayangkan hal tersebut. Setiap kali mengingatnya saya akan menjadi lemas.
Karena cerita Ibu Nining inilah saya menyadari kalau ternayta pengorbanan seorang Ibu itu begitu besar hanya untuk memberi kesempatan anaknya melihat dunia.
Dan saya juga sangat mensyukuri kehidupan saya yang ada sekarang ini, setelah melihat tayangan yang Ibu Arin tontonkan beberapa waktu lalu, saya menyadari kalau saya ini adalah orang terpilih. Dari sekian ribu sperma yang ada, hanya satu yang mampu menempel di ovum, dan akhirnya jadilah saya. Ini berarti suatu ksempatan emas, dan salah besar jika saya menyia-nyiakan hidup saya.

Sumber acuan : Life Span Development

Comments

Popular Posts